Studi: Remaja yang Terlalu Banyak Asup Garam Cenderung Lebih Gemuk

Tanpa garam makanan akan terasa hambar. Garam ada pada hampir semua masakan, mulai dari tumis sayur, gorengan, keripik, hingga berbagai jenis camilan. Meski membuat makanan terasa lebih lezat, asupan garam sebaiknya dikurangi, sebab kelebihan asupan garam akan membuat remaja rentan mengalami obesitas.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa remaja yang memiliki diet tinggi garam cenderung berbobot lebih berat dan memiliki lebih banyak lemak tubuh dibanding dengan remaja yang sedikit mengonsumsi garam. Demikian dilansir Reuters dan ditulis pada Rabu (12/2/2014).

Pada studi sebelumnya, ilmuwan menemukan bahwa diet kaya sodium memiliki korelasi dengan obesitas. Namun, kebanyakan ilmuwan yakin korelasi itu bukan merupakan hubungan langsung. Penyebabnya karena pada umumnya orang yang mengonsumsi banyak garam cenderung makan lebih banyak.

Untuk meneliti efek garam para remaja, Dr Haidong Zhu beserta timnya meneliti 766 remaja sehat berusia 14 hingga 18 tahun. Separuh remaja itu adalah campuran Afrika-Amerika, dan sisanya berkulit putih. 

Mereka mengumpulkan informasi diet para partisipan dengan menanyai makanan apa saja yang dimakan selama 24 jam terakhir. Data itu diambil sebanyak tujuh kali dalam beberapa bulan. Ternyata jumlah konsumsi garam rata-rata partisipan adalah 3.280 mg per hari.

"Penelitian kami dan studi pada data nasional menunjukkan bawa rata-rata asupan garam harian anak-anak adalah 3.300-3.400 miligram, sama tingginya dengan orang dewasa." Demikian ungkap Dr Zhu, pimpinan studi di Georgia Regents University, Augusta, Amerika.

Jumlah asupan itu tentu saja berlebih. American Heart Association merekomendasikan agar seseorang tidak mengonsumsi lebih dari 1.500 miligram garam per hari. Sayangnya, asupan garam pada mayoritas anak, yakni sebanyak 90% anak, justru melebihi jumlah rekomendasi itu.


Hasil penelitian Zhu, anak-anak yang mengonsumsi lebih banyak natrium cenderung memiliki bobot lebih berat. Anak yang meraup lebih banyak garam, rata-rata lebih berat 1,8 kilogram dibanding anak yang mengonsumsi lebih sedikit natrium. 

Remaja yang dietnya kaya sodium juga memiliki persentase lemak tubuh yang lebih tinggi. Selain itu terdapat lebih banyak tanda-tanda inflamasi pada tubuh mereka.

Namun, asosiasi itu tidak berlaku jika para peneliti memasukkan faktor-faktor pertimbangan lain seperti tingkat aktivitas fisik serta banyaknya makanan dan minuman manis yang dikonsumsi para partisipan. Dan meski hasil penelitian menujukkan adanya hubungan antara asupan garam dengan inflamasi dan bobot tubuh, Zhu mengatakan, belum diketahui penjelasannya.

Kemungkinan, seperti studi pada hewan, menu makan tinggi garam menyebabkan sel lemak berkembang menjadi lebih besar. Zhu menambahkan bahwa makanan kaya garam menyebabkan otak merasa senang sehingga memicu makan berlebih dan obesitas. Penelitian lebih lanjut pada manusia masih perlu dilakukan.

"Penelitian itu menyarankan bahwa mengurangi asupan garam akan membantu mengurangi obesitas. Kita sudah tahu bahwa mengurangi garam dapat membantu mengurangi tekanan darah tinggi," ungkap Dr Elliott Antman, yang tidak terlibat penelitian, pada Reuters.

Lebih lanjut, Antman menyarankan pada orangtua untuk berhati-hati dalam mengatur menu makan anak supaya asupan garam mereka tidak berlebih. Orangtua harus jeli membaca label komposisi makanan dan lebih bijak dalam memilih serta berbelanja bahan makanan untuk anak.

Kiat lain yang bisa dilakukan orang tua ialah mendorong anak agar lebih banyak makan makanan rumahan dan tidak jajan di luar. Untuk menambah cita rasa pada makanan, orang tua bisa menggunakan bumbu dapur lain seperti rempah-rempah.

0 comments:

Followers

Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB

Berita IPB